MAU SUKSES, DAHSYAT.. BUKTIKAN

Jumat, 24 September 2010

SOSOK SUKSES WAHYUNI

SOSOK
Wahyuni, Dari Kaki Lima Jadi Juragan Mainan
Jumat, 24 September 2010 | 08:14 WIB


Tidak pernah terbayang di pikiran Wahyuni meraup omzet ratusan juta rupiah saat memulai usaha mainan edukatif. Maklum, dia mengawali usahanya dari kaki lima. Sekarang, perempuan berusia 33 tahun ini tak perlu lagi menjual langsung mainan buatannya. Ada banyak pedagang mainan yang membeli produknya untuk dijual kembali.

Perasaan bosan hanya menjadi ibu rumah tangga merupakan alasan awal Wahyuni, atau yang kerap dipanggil Yuni, memulai usaha berjualan mainan anak. Tahun 2007, dia mulai membeli mainan edukatif asal China.

Kemudian, dia menjualnya kembali ke sebuah pasar kaget di Bogor, Jawa Barat. Pasar kaget setiap akhir pekan itu selalu menjadi tempat langganannya untuk berusaha. Terbukti, barang dagangannya laris manis. Karena itu, ia mulai menjajaki pasar yang lebih luas dengan mengikuti sejumlah pameran. Termasuk, membuka satu toko mainan di Giant Mal Bogor.

Keberadaan toko ini tentu membutuhkan pasokan barang yang rutin agar usahanya terus berputar dan bisa membayar uang sewa toko. Namun, Yuni sangat kesulitan mendapatkan pasokan mainan secara rutin. "Barang impor sering kosong. Yang lokal juga kelebihan order," imbuhnya.

Setelah setahun menjalani bisnis mainan edukatif dengan menggantungkan pasokan barangnya dari luar, Yuni membuat sendiri barang-barang tersebut. Kebetulan, saat berjualan di kaki lima, dia bertetangga dengan tukang pembuat mainan. "Awalnya kami buka di garasi dengan modal sekitar Rp 5 juta," tutur Yuni.
Dengan merek dagang bertajuk Omocha yang artinya mainan dalam bahasa Jepang, dia membeli dua mesin pembuat mainan. Mereka juga mendirikan usaha bernama CV Omocha Toys.

Karena belum bisa membuat desain sendiri, pertama kali Yuni hanya mencontoh produk-produk impor yang sudah ada. Setelah itu, dia mulai melakukan modifikasi. "Saat ini kami ada tim kreatif sendiri supaya pasar tidak bosan," ujarnya.

Usaha mainan Yuni terus berkembang. Garasi rumahnya sudah terlalu sempit untuk menampung aktivitas usahanya. Apalagi, debu-debu kayu turut beterbangan ke dalam rumahnya.

Maka, Yuni pun memindahkan bengkel kerjanya ke lahan yang lebih luas. Di belakang kompleks perumahannya, dia membeli lahan kosong seluas 100 meter persegi, dan mendirikan bangunan semipermanen. Ia juga merogoh kocek Rp 80 juta untuk membeli peralatan dan mesin pembuat mainan.

Usahanya sebagai produsen mainan edukatif semakin berkibar. Selain dijual langsung, banyak pedagang yang membeli produknya untuk dijual kembali. Ibu tiga anak ini memperkirakan ada ratusan pedagang dari seluruh Indonesia yang jadi langganannya. "Paling banyak di Pulau Jawa," katanya.

Produksi Omocha tiap minggu mencapai sekitar 1.000 hingga 1.500 puzzle dan ratusan mainan lainnya. Ia dibantu 30 karyawan untuk memproduksi seluruh mainan Omocha.

Dari produksi itu, CV Omocha Toys bisa mencetak omzet Rp 80 juta hingga Rp 100 juta per bulan. "Kalau pas ada proyek bisa sampai Rp 200 juta," kata Yuni. Proyek tersebut berasal dari berbagai kalangan, seperti Departemen Pendidikan Nasional, perusahaan, hingga suvenir pernikahan.

Yuni bersedia menerima order suvenir lantaran bahan bakunya juga berasal dari kayu. Tak hanya itu, Yuni juga menerima order pembuatan boneka kayu. "Padahal saya biasanya tidak membuat boneka," imbuh dia.

Order ini datang dari restoran-restoran untuk hadiah dengan jumlah pembelian tertentu. Begitu juga order dari produsen pakaian yang memberi hadiah puzzle kepada pelanggannya.

Pendapatan yang terus membesar membuat Yuni berpikir mengembangkan usahanya. Terutama meningkatkan kemampuan workshop-nya supaya bisa memproduksi mainan lebih banyak. Ia membandingkan, saat ini produsen mainan China bisa memproduksi 1.000 unit mainan sehari dengan mesin yang lebih canggih. Adapun dia hanya bisa memproduksi 200 unit mainan per hari. (Wahyu Tri Rahmawati/Kontan)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar